MA`RIFATULLAH

MUKADIMAH


Dengan iringan rasa syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta`ala yang dengan limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya semata, alhamdulillah  kami telah menyelesaikan  Blog TAUHID SIRNARASA ini. Blog ini sengaja kami beri judul TAUDIH SIRNARASA karena di dalam beribadah diwajibkan MARIFATTULLAH / mengenal Allah.

Sabda Nabi Saw.:

اَوَّلُ الّدِينْ مَعْرِفَةُ الله

"Awal agama mengenal Allah''

Pokok dari agama itu mengenal Allah karena Allah itu tidak bisa disifatkan seperti segala sesuatu yang diciptakan-Nya maupun di-syuhud dengan mata hati dan dilihat dengan mata kasar. Allah itu dapat dilihat dan dikenal dengan iman dan yakin. Jika dapat dirupakan atau disifatkan, semuanya itu bukan Allah, melainkan baharu (makhluk) saja.

Oleh sebab itulah kami mengajak  untuk Belajar mengenal Allah. Kita mempelajari sifat-sifat Allah gunanya tidak lain untuk mengenal Allah. Orang yang mengenal Allah mustahil ia akan berbuat syirik kepada Allah dan mustahil pula mempersekutukan Allah. Jika kita mengenal yang bukan Allah, cukup dengan dipandang saja karena Allah itu tidak seperti sesuatu.

Dengan amalan makrifat yang kami susun dalam BLOG ini dapatlah kita melaksanakan ibadah dengan bersih dari kesyirikan di dalam ibadah. Siapa tidak mengenal Allah di dunia, jangan harap mengenal Allah di akhirat, apalagi mengharap akan masuk surga.

Firman Allah


وَمَن كَانَ فِي هَٰذِهِ أَعْمَىٰ فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا

Barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan yang benar (Q.S. al-Isra’ [17]: 72)


Barang siapa tidak melihat Allah di dunia maka tidak melihat Allah pula di akhirat dan orang yang gelap jauh dari sebenarnya.

Kita hidup di dunia ini karena Allah. Yang lemah imannya di dunia, sulit hidupnya di dunia dan di akhirat. Mudah-mudahan susunan yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Semoga bermanfaat bagi kita semua, umat Muhammad Rasulullah Saw. akhir zaman



                                                                                                                          




MA`RIFATAHLULLAH


Ma`rifatahullah artinya mengenal Allah. Ma`rifatahlullah mempunyai asal dari Al-Quran dan hadis Nabi Saw. serta ijma ulama. Maka ma`rifat ahlullah mengikuti makrifat imam yang empat dan mereka itu makrifat aulia dan makrifat aulia mengikuti makrifat sahabat nabi dan para sahabat nabi mengikuti makrifat Nabi Muhammad Saw. Adapun makrifat nabi kita bersamaan dengan makrifat anbiya dan mursalin terdahulu dan makrifat ahli langit hingga ke atasnya.

Sebelum Kami menerangkan tentang amal makrifat, kami dahulukan pemahaman tentang perkataan syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat.



  • Syariat artinya kenyataan, yakni sesuatu yang dinyatakan Allah berupa perintah (`amr) dan larangan (nahi) yang berlaku pada anggota yang zahir.
  • Tarikat artinya jalan, yakni jalan yang menyempurnakan syariat, seperti taubat, jihad, tawakal, sabar, rida, siddiq, mahabbah, zikir, dan amal lainnya yang terpuji. Tarikat itu berlaku pada hati dan nyata pada anggota zahir.
  • Hakikat artinya i`tikad atau keyakinan yang sebenarnya kepada yang wajib dipercaya, yakni Allah Ta`ala semata-mata. Hakikat berlaku pada hati.
  • Makrifat artinya pengenalan yang sempurna pada Allah Ta`ala; bahwa Allah Ta`ala itu Wahdaniyah (esa) Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, dan Af`al-nya. Makrifat berlaku pada sirr hati.


Keempat jalan inilah yang tidak bisa diceraikan dan membawa kita sampai kepada Allah. Apabila salah satu di antara jalan yang empat itu tidak ada atau tidak dilakukan, tidaklah berhasil amal ibadah kita sempurna kepada Allah. Demikian penjelasan ini untuk dipahami demi keselamatan diri kita di dunia dan di akhirat.



Makrifat Mengesakan Zat Allah dan Caranya [Kitab Makrifat Ahlullah]

Maqam Tauhidul Zat inilah setinggi-tinggi maqam dan tidak ada lagi maqam di atas ini. Di sinilah kesudahan pengetahuan makhluk dan pada maqam ini juga kesudahan musyahadah arif billah dan perhentian penjelasan pengetahuan mereka. Pada maqam inilah diperoleh lezatnya yang tidak pernah terlintas di dalam hati manusia. Di sinilah sehabis-habis pengetahuan makhluk.

Adapun maqam yang di atas dari maqam Zat Allah Ta`ala tidak ada para anbiya yang mendapatkannya maupun mursalin dan malaikat muqarabin sekalipun. Itulah maqam kunhi Zat Allah Ta`ala.




Firman Allah Ta`ala.

Wa yuhadzirukumullaahu nafsahu.

"Ditakuti Allah Ta`ala sampainya makrifatmu akan kunhi Zat Allah Ta`ala."




Dan sabda Nabi Muhammad Saw.

Kullu kumuufii dzatillaahi ahmaqu

"Sekalian kamu untuk mendapatkan kunhi Zat Allah Ta`ala tidak akan didapat."




Kata Syaikh Abdul Wahab Sya`rani r.a.


“Tidak seorang pun bisa merasa dan mendapatkan pengetahuan akan kunhi zat Allah Ta`ala dari segala makhluknya karena Allah Ta`ala bukan `ain (bentuk) yang dapat dihukumkan oleh akal dan bukan `ain yang dapat dihukumkan oleh mata hati atau disyuhud (dipandang) oleh mata hati dan mata kepala. Akan tetapi Allah Ta`ala di balik yang demikian itu. Maka Allah Ta`ala bukan `ain yang dikenal, bukan `ain yang dijamalkan. Siapa sudah mengetahui wajib atasnya menyembah Allah Yang Mahasuci lagi Raib.





Allah Ta`ala `ain yang dimusyahadahkan itulah ibadat yang sebenarnya.


Musyahadahkanlah dengan iman dan yakin. Dengan iman, kita percaya Allah itu Ada dan dengan yakin kita percaya bahwa Allah itu tetap laysa kamitslihi syai`un; tidak sama dengan segala sesuatu. Ketahuilah yang sampai pada maqam Zat Allah Ta`ala itu hanyalah nabi kita, Muhammad Saw






CARA MENGESAKAN ZAT ALLAH TA`ALA


Pandanglah dengan mata hati dan mata kepala dengan pandangan yang putus: Tiada yang ada di dalam wujud alam ini, yang ada hanya Wujud Allah Ta`ala saja.


Kalau tetap dengan keyakinan yang putus, fana`-lah zat kita dan zat sekalian makhluk pada Zat Allah hingga tiada yang maujud melainkan Allah sendiri.



Wujud yang lain dari Allah Ta`ala adalah khayal, artinya wujud yang tiada dan disebut juga wujud waham, artinya wujud sangka-sangka, seperti wujud di dalam cermin, tiada baginya wujud yang apabila kita pegang tidak ada, hanya kaca yang ada. Begitu juga seperti wujud di dalam mimpi. Apabila kita bangun, hilang atau tidak ada wujudnya. Demikian juga wujud kita dan wujud sekalian alam. Apabila kita mati, niscaya hilanglah. Baru kita sadar dan kita lihat wujud yang sebenarnya.



Seperti sabda Nabi Saw.

Annaasu niyaamun faidzaa maatun tabahuu.


"Semua manusia itu tidur, maka apabila mati barulah bangun."



Makrifat Mengesakan Asma Allah [Kitab Makrifat Ahlullah]

Pandanglah dengan keyakinan yang putus bahwa tidak ada sekali-kali pada sekalian alam ini yang mempunyai nama. Pada hakikatnya Zat Allah Ta`ala wahdaniyah pada Asma`-Nya, artinya esa pada sekalian nama.

Segala nama di dalam alam ini merupakan mazhar, artinya kenyataan Asma` Allah Ta`ala. Tiap-tiap asma` itu menentukan yang punya nama, maka pada hakikatnya tiada yang maujud melainkan Allah Ta`ala sendiri saja. Segala wujud di alam ini khayal dan waham (ilusi) yang dinisbah (berdiri) pada Wujud Allah. Oleh sebab itu, kembalilah segala asma` atau nama kepada Yang Maujud, yaitu Allah Ta`ala.




وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُ‌ۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
(Q.S. al-Baqarah: 115)




Ke mana saja engkau hadapkan wajahmu, hatimu, ruhmu, akalmu, di sana wujud Allah yang esa pada Asma`-Nya.




وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِہَا‌ۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ فِىٓ أَسۡمَـٰٓٮِٕهِۦ‌ۚ سَيُجۡزَوۡنَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ



Hanya milik Allah Nama-Nama yang baik, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam [menyebut] nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
 (Q.S. al-A`raaf: 180)




Tetapkan musyahadah (pandangan) kita pada wahdaniyah (keesaan) Asma` Allah. Apabila kita melihat seseorang yang pemurah, maka Allah Ta`ala juga yang Bernama Rahmaan; melihat orang yang kaya, maka Allah jugalah yang Bernama Ghaniyun; melihat orang yang membunuh seseorang, Allah Ta`ala juga yang Bernama Mayitun.



Hendaklah kita kiaskan akan yang lainnya terhimpun sekalian Asma` Allah Ta`ala dengan dua asma`, yaitu




Jama`, artinya yang menghimpunkan sekalian mazhar pada Asma` Allah dengan cara syuhudul qasrah fil wahdah (pandang yang banyak pada Asma`-Nya.) Semuanya satu, tiada lain Asma` Allah juga yang ada.

Mencegah sekalian mazhar (kenyataan Allah) mempunyai asma` yang sebenarnya, melainkan dari Allah Ta`ala juga terbitnya syuhudul wahdah fil kasrah (pandang yang satu pada yang banyak).


لَّهُ ۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ وَإِلَى ٱللَّهِ تُرۡجَعُ ٱلۡأُمُورُ


Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. 
(Q.S. al-Hadid: 5)



Bagi Allah Ta`ala permulaan segala pekerjaan dan kepada Allah Ta`ala juga dikembalikan mereka itu.



Maqam Asma` ini maqam kedua dari arif billah dan dari maqam inilah bisa sampai pada maqam yang di atasnya yang dianugerahkan Allah Ta`ala kepada orang yang salik atau mahmu (orang yang dimuliakan Allah).



Makrifat Mengesakan Af`al Allah [Kitab Makrifat Ahlullah]



Pandanglah pada sekalian alam dan pada diri kita, semuanya itu Wahdaniyah Af`al (keesaan Perbuatan) Allah. Artinya, tiada yang memperbuat sekalian alam dan diri kita melainkan satu yang punya perbuatan, yaitu Allah Ta`ala.



Sekalian perbuatan yang berlaku di dalam alam ini ada perbuatan yang baik, seperti iman dan taat. Ada juga perbuatan yang jahat, seperti kafir dan maksiat. Ada juga perbuatan mubasyarah, yaitu perbuatan yang disertai usaha atau ikhtiar, seperti gerak pena pada orang yang menulis. Ada juga perbuatan tawallud, yaitu perbuatan yang terjadi dari perbuatan mubasyarah, seperti terjadinya tulisan oleh orang yang menulis. Semua yang ada itu, yang diterangkan di atas, sumber perbuatan itu adalah dari perbuatan Allah Ta`ala yang mengadakannya.




Pandanglah dengan haqqul yaqin, barulah kita bisa mendapatkan makrifat wahdaniyah Af`al Allah. Apabila makrifat wahdaniyah Af`al Allah tetap kekal, fana` (sirna)-lah akan sekalian af`al makhluk.


Kalau sudah fana` af`al makhluk kepada Af`al Allah, lepaslah kita dari syirik khafi (halus), ujub, riya, sum`ah, dan sebagainya. Inilah orang ahli tauhid yang sebenarnya. Mufakat makrifatnya dengan Quran dan hadis serta ijma ulama.



Firman Allah:



خَلَقَكُمۡ وَمَا تَعۡمَلُونَوَٱللَّهُ




Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. 
(Q.S. Shaffat: 96)



قُلۡ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌ۖ فَمَالِ هَـٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثً۬ا




Katakanlah: "Semuanya [datang] dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu [orang munafik] hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? 
(Q.S. an-Nisa:78)





Sabda Nabi Saw.:



“Tidak bergerak satu zarah pun selain dengan izin Allah.”





Kata Sayyidina Umar bin al-Farid r.a.:



“Jikalau terlintas di dalam hatiku suatu kehendak akan yang lain selain Allah atas hatiku, jika dengan lupa sekalipun, niscaya aku hukumkan diriku ini murtad.”



Sudah nyatalah sekaliannya dengan firman, hadis, dan perkataan para sahabat bahwa makrifat ahlussunnah wal jama`ah menyatakan usaha atau ikhtiar makhluk tidak memberi bekas. Artinya, usaha atau ikhtiar makhluk tidak bisa mengadakan yang tidak ada menjadi ada. Makhluk sekali-kali tidak mempunyai perbuatan karena tidak bisa meng-ada-kan yang tidak ada menjadi ada. Hanya perbuatan Tuhan saja yang bisa meng-ada-kan dari tidak ada menjadi ada.





Adapun yang ada pada sekalian alam ini tetap Af`al Allah Ta`ala karena wahdaniyah Af`al Allah itu tidak kamuttasil dan kamunfasil. Kamuttasil artinya berbilang-bilang atau bersuku-suku. Kamunfasil artinya berpecah-pecah atau berbagi-bagi.





Segala perbuatan makhluk tidak bisa becerai dengan Yang Punya Perbuatan, tetaplah Perbuatan Allah juga yang mengadakan pada diri makhluk. Oleh sebab itu yang ada pada makhluk hanya sebatas usaha atau ikhtiar yang tidak memberi bekas sama sekali. Itulah sebabnya pada diri makhluk berlaku hukum syara`.





Barang siapa mengusahakan Perintah (`Amr) Allah Ta`ala dibalas dengan surga, sedangkan yang mengusahakan Larangan (Nahi) Allah Ta`ala dibalas dengan neraka. Maka dalam hidup ini janganlah kita melampaui syariat Nabi Muhammad Saw. atau syariat Muhammadiyah. Jika melampaui, bisa menjadi kafir zindik.





Seperti kata Sultanul Awliya Abdul Qadir al-Jailani:



“Tiap-tiap hakikat yang tiada disertai syariat, maka zindik.”



Kata Imam Junayd al-Burdadi:



“Barang siapa mengetahui ilmu fikih, yaitu ilmu syariat dengan tiada mengetahui ilmu tasawuf, yaitu ilmu hakikat, sesungguhnya orang itu fasik dan barang siapa mengetahui ilmu tasawuf, yaitu ilmu hakikat dengan tidak mengetahui ilmu fikih, yaitu syariat, sesungguhnya orang itu zindik. Barang siapa mempunyai kedua ilmu itu, yaitu fikih dan tasawuf atau syariat dan hakikat, sesungguhnya orang itu tauhid yang sebenarnya (mukmin yang sebenarnya)."



Kata ulama tasawuf:



“Bermula syariat dengan tiada hakikat adalah hampa dan hakikat dengan tiada syariat adalah batal".



Dalam menjalani hidup ini berpeganglah dengan adab yang sempurna. Pahamilah pengertian syariat dan hakikat. Janganlah kita sandarkan segala kejahatan kepada Allah atau menghina Allah Ta`ala. Seperti kita berbuat jahat, yakni berzina dan berbuat keharaman dan meringan-ringankan syariat. Pada hakikatnya, semua (hukum syara`) itu Allah Swt. yang membuatnya. Jika kamu lalu melimpahkan semuanya Allah Ta`ala yang berbuat, pendapat seperti ini menjadikan kekafiran. Wajib atas kita mengamalan adab yang difirmankan Allah Swt.



مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٍ۬ فَمِنَ ٱللَّهِ‌ۖ



وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ۬ فَمِن نَّفۡسِكَ‌ۚ



Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari [kesalahan] dirimu sendiri.




(Q.S. an-Nisa:79)



Dari firman di atas, nyatalah Allah tidak bersifat zalim terhadap hamba-Nya dan tidak boleh kita sandarkan kejahatan pada Allah dan kita tuduh Alah juga yang berbuat kejahatan.



Wajib kita memelihara diri agar tidak tergelincir menjadi kaum yang sesat, yaitu kaum yang mengi`tikadkan perbuatan hamba disandarkannya semua pada Allah. Dari firman di atas, terbagilah umat menjadi empat kaum, yaitu

kaum Qadariyah, yakni kaum yang mengi`tikadkan segala perbuatan hamba semuanya dari kuasa (qudrat) hamba yang baharu dan perbuatan hamba itu memberi bekas. Kaum seperti ini adalah kaum yang lalai, tidak dipandangnya qudrat yang ada pada dirinya itu sebagai karunia dari Qudrat Allah Ta`ala.
kaum Jabariyah, yakni kaum yang mengi`tikadkan segala perbuatan hamba semuanya dari Allah Ta`ala dan dalam keyakinan mereka hamba tidak ada sama sekali. Usaha atau ikhtiar hamba hanya seperti bulu yang diterbangkan oleh angin: tidak ada apa-apanya. Semuanya disandarkan pada Allah Ta`ala sehingga dia membunuh orang pun dikatakannya Allah yang membunuh. Mereka pun tidak memakai hukum syara` lagi. Inilah kafir zindik.
kaum Ahlussunah wal jama`ah, yakni kaum yang mengi`tikadkan semua perbuatan hamba itu dari Allah, yang ada pada hamba hanya usaha atau ikhtiar yang tidak bisa memberi bekas, artinya tidak bisa mengadakan yang tidak ada menjadi ada. Semua yang menentukan, yang ada pada hamba hanya usaha atau ikhtiar.
kaum Ahlul Kasyaf, yaitu kaum yang dianugerahi Allah Ta`ala terbuka dinding rahasia alam sehingga mereka memandang dengan sebenar-benarnya (fil hakiki) dengan pandangan makrifat dan zauq wajidan.



Jika kita senantiasa memusyahadahkan segala perbuatan yang ada pada sekalian alam dengan cara yang telah diterangkan di atas hingga fana-lah af`al makhluk pada Af`al Allah Ta`ala. Inilah orang ahli tauhid yang sebenarnya dan memperoleh dua nikmat.



وَلِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ جَنَّتَانِ


Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.




(Q.S. ar-Rahman: 46)


Surga pertama adalah surga ma`rifatullah (pengenalan akan Tuhan) di alam dunia. Surga kedua adalah surga yang ada di akhirat.


Ketahuilah maqam (kedudukan) tauhidul Af`al itu, yaitu maqam terendah dari segala maqam orang arif billah, tetapi dengan maqam yang di bawah inilah kita bisa sampai pada maqam yang lebih tinggi. Maqam inilah yang mula-mula dianugerahkan Allah Ta`ala pada seorang salik dan seorang majzub.


Salik, yaitu orang yang bersungguh-sungguh berjuang dalam ibadah dengan riyadah (pelatihan) dan mujahadah (kesungguhan) serta mengamalkan segala wirid yang diijazahkan gurunya.


Majzub, yaitu orang yang dikaruinai Allah Ta`ala dengan tiba-tiba memperoleh makrifat tauhidul af`al, tauhidul asma, tauhidul shifat, dan tauhidul zat tanpa berbuat ibadah dari petunjuk dan ijazah guru, melainkan semata-mata dari petunjuk Allah Ta`ala.


Sementara itu ada pula orang arif billah, yaitu orang yang mengenal Allah Ta`ala dan mengenali dirinya dan dapat membedakan antara Khalik dan makhluk sehingga sempurna musyahadah-nya (penyaksiannya) pada Allah Ta`ala.











sumber: kh. undang siraj ; pusakamadinah

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MA`RIFATULLAH"

Post a Comment